Mana yang Lebih di Dahulukan Bersedekah Kepada Saudara atau Lembaga Penyalur

Mana yang Lebih di Dahulukan Bersedekah Kepada Saudara atau Lembaga Penyalur

NIKEKUKO.com - Sedekah tak melulu berkaitan dengan memberikan sebagian harta yang Anda miliki kepada orang yang membutuhkan. Namun cakupannya lebih luas, seperti mengorbankan waktu untuk membantu orang.
Dengan bersedekah, umat Islam diharapkan bisa meningkatkan rasa empati terhadap sesama. Tak hanya itu, bersedekah juga bisa mematikan panasnya alam kubur, memberikan naungan pada hari kiamat, dan lainnya.
Terlepas dari itu, mungkin sebagian orang masih bingung kepada siapa ia harus memberikan sedekah. Keluarga atau orang lain yang berhak didahulukan untuk diberikan sedekah? Simak penjabarannya di sini. 


Bersedekah Kepada Sanak Keluarga

 
Berdasarkan kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzab Imam Nawawi mengungungkapkan bahwa para ulama telah sepakat, kalau kerabat menjadi orang yang paling utama untuk mendapatkan sedekah. Hal ini didasari oleh beberapa referensi hadis, salah satunya yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri.

Dalam hadis tersebut bercerita, suatu hari selepas shalat Idul Adha atau Idul Fitri, Rasulullah memberikan petuah kepada kaum wanita untuk bersedekah. "Wahai para wanita sekalian, bersedekahlah! Sebab aku itu melihat mayoritas dari kalian adalah penghuni neraka!".
Selepas berkhotbah, Rasulullah memutuskan untuk pulang ke kediamannya. Kemudian, Zainab istri Abdullah bin Mas’ud mendatanginya dan mengutarakan niatnya untuk bersedekah.
"Ya Rasul. Tadi Anda menyuruh untuk bersedekah hari ini. Ini saya punya perhiasan. Saya ingin mensedekahkan barang milikku ini. Namun Ibnu Mas’ud (suamiku) mengira bahwa dia dan anaknya lebih berhak saya kasih sedekah daripada orang lain."
Rasul pun menegaskan, "Memang benar apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud itu. Suami dan anakmu lebih berhak diberikan sedekah daripada orang lain." (HR. Bukhari: 1462)

Atas dasar hadis tersebut, ulama berpijak jika bersedekah kepada keluarga lebih diutamakan dibandingkan orang lain. Imam Baghawi mengungkapkan bahwa orang yang paling utama menerima sedekah adalah keluarga yang menjadi tanggung jawab nafkah seperti istri, anaknya sendiri yang masih kecil, dan sebagainya.

Ungkapan ini sejalan dengan komentar penulis kitab I'anatuth Thalibin, Syekh Abu Bakar Syatha. Namun, Syekh Zainuddin Al-Malyabari dalam kitabnya Fathul Mu'in mengutarakan hal yang berbeda.
 

 وإعطاؤها لقريب لا تلزمه نفقته أولى الأقرب فالأقرب من المحارم ثم الزوج أو الزوجة ثم غير

المحرم والرحم من جهة الأب ومن جهة الام سواء ثم محرم الرضاع ثم المصاهرة أفضل

 

Artinya: “Memberikan sedekah sunnah kepada kerabat yang tidak menjadi tanggung jawab nafkahnya itu lebih utama. Baru kemudian kerabat paling dekat berikutnya, berikutnya yang bersumber dari keluarga yang haram dinikah (mahram), suami/istri, kemudian kelurga non-mahram, keluarga dari ayah ibu, mahram sebab sepersusuan, berikutnya adalah mertua.” (Zainudin Al-Malyabari, Fathul Muin, [Dar Ibnu Hazm, cetakan I], halaman 257)

Di sisi lain, Imam Nawawi memberikan catatan menarik perihal urutan orang yang berhak menerima sedekah. Beliau mengutip dari Ashabus Syafi’i, bahwa skala prioritas tersebut tetap harus mempertimbangkan kemampuan finansial si penerima. Artinya, keluarga yang masuk kategori penerima sedekah lebih utama ketimbang orang lain. 


  قَالَ أَصْحَابُنَا يُسْتَحَبُّ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَفِي الزَّكَاةِ وَالْكَفَّارَةِ صَرْفُهَا إلَى الْأَقَارِبِ إذا كانو بِصِفَةِ الِاسْتِحْقَاقِ وَهُمْ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ

 Artinya: “Menurut sahabat-sahabat kami, disunnahkan pada sedekah yang sunnah, zakat, kaffarah untuk diterimakan kepada sanak kerabat jika memang mereka adalah orang yang masuk kategori mustahiq zakat. Jika mereka masuk kategori tersebut, lebih utama daripada diberikan kepada orang lain.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 220).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang diutamakan untuk menerima sedekah adalah sanak keluarga yang termasuk ke dalam kategori fakir, miskin, atau orang yang mempunyai banyak hutang. Kategori ini mengikuti standarnya orang yang berhak menerima sedekah, bukan tidak mampu secara strata sosial yang kemungkinan berbeda-beda setiap wilayahnya. 


Bersedekah Kepada Tetangga yang Membutuhkan


Setelah keluarga, orang-orang terdekat seperti tetangga yang kurang mampu, janda atau duda, dan atau anak yatim atau piatu juga berhak menerima sedekah. Dalam surat An-Nisaa ayat 36 disebutkan perintah untuk berbuat baik atau kepada tetangga terdekat ataupun yang jauh.
Bersedekah kepada tetangga memiliki dua kebaikan sekaligus, yakni sedekah dan juga silaturrahmi.


... وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ...


Artinya "Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu."
Tak hanya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu”. (HR. Muslim).


Bersedekah Ke Lembaga Penyalur

 
Namun, jika Anda ingin menyisihkan sebagian harta kepada lembaga-lembaga penyalur juga tidak ada salahnya. Tapi, Anda perlu melihat lebih jauh mengenai kejujuran lembaga tersebut. Jangan sampai sedekah yang Anda berikan disalahgunakan untuk mendukung hal-hal yang tidak baik.