Hukum Membunuh dalam Islam

 

Hukum Membunuh dalam Islam

NIKEKUKO - Sebenarnya tidak ada satupun agama di dunia ini yang menghalalkan pembunuhan, sebab tujuan agama adalah untuk perdamaian, menyebarkan kasih sayang, dan mengatur tatanan sosial agar lebih baik. 

Sesuai dengan doktrin agama Islam, sejak awal penurunannya sudah ditegaskan bahwa Islam mengemban visi kerahmatan (QS: al-Anbiya’: 107). Hal ini hampir tidak ditemukan pembenaran kejahatan dalam ajaran Islam. 

 

Oleh karena itu, bila ada sekelompok orang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan Islam, ketahuilah bahwa apa yang mereka lakukan itu sangat bertentangan dengan filosofi Islam itu sendiri. Di dalam al-Qur’an dikatakan, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS: Al-Maidah: 32).Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena. Membunuh satu orang manusia ditamsilkan dengan membunuh semua manusia. 

 

Oleh sebab itu setiap manusia pasti memiliki keluarga, keturunan, dan ia merupakan anggota dari masyarakat. Membunuh satu orang, secara tidak langsung akan menyakiti keluarga, keturunan, dan masyarakat yang hidup di sekelilingnya. Dikarenakan, Islam menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik (HR: al-Bukhari dan Muslim). Suatu saat pelaku pembunuhan akan mendapatkan balasan berupa neraka jahannam (QS: al-Nisa’: 93). Perihal ini tentu tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja dan bukan berati non-muslim dihalalkan darahnya,karena misi kerahmatan yang dibawa Islam tidak hanya untuk orang Islam semata, tetapi untuk seluruh semesta. 

 

Sudah di jelasakan dalam hadis riwayat al-Bukhari disebutkan, man qatala dzimmiyan lam yarih ra‘ihah al-jannah, orang yang membunuh seorang dzimmi (non-muslim yang berada dalam perjanjian keamanan), maka ia tidak akan mencium aroma surga. Hadis ini ialah salah satu landasan larangan membunuh non-muslim dalam Islam. Terjadinya pembunuhan yang diperbolehkan dalam kondisi terntentu, pembunuhan tetap diperbolehkan dengan beberapa syarat dan aturan. 

 

Dibolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia ada dua kondisi : membunuh ketika perperangan dan membunuh ketika menghukum. Disaat terjadi membunuh dalam kedua kondisi ini diperbolehkan selama tidak berlebih-lebihan (QS: Al-Baqarah: 190). Situsi konflik yang berimbas pada perperangan tentu membunuh antara satu sama lainnya tidak terelakkan. Perperangan yang dimaksud di sini ialah perperangan yang terjadi dalam rangka mempertahankan agama, negara, dan harga diri. 

 

Pada Perang bisa dilakukan ketika keberadan satu komunitas diancam oleh komunitas lain dan tidak menemukan cara lain untuk mengatasinya kecuali dengan berperang. Selama masih bisa diselesaikan dengan cara lain, maka perang tidak boleh dilakukan. Hal ini, jika merujuk kepada sejarah Islam, perang adalah solusi terakhir dan biasanya terjadi ketika umat Islam sudah diserang dan dikhianati terlebih dahulu oleh musuh. Tetapi perlu digarisbawahi, membunuh diperbolehkan ketika kedua belah pihak sudah sepakat untuk berperang. 

 

Diantara salah satunya sudah mengalah, maka menyerang lawan tidak boleh dilakukan. Lalu perlu diketahui pula, yang diperbolehkan untuk dibunuh hanyalah pasukan perang saja. Sementara anak, istri, dan keluarganya yang tidak ikut berperang tidak boleh dibunuh. Apabila  terjadi perperangan antara orang Islam dengan non-muslim, maka non-muslim yang dibunuh hanyalah yang ikut serta dalam perperangan saja, sedangkan yang tidak ikut berperang diharamkan untuk dibunuh. Ibnu al-‘Arabi dalam Ahkam al-Qur’an mengatakan, “Janganlah membunuh kecuali terhadap orang yang telah memerangimu. Sedangkan orang yang diperbolehkan untuk dibunuh dalam perperangan ialah laki-laki dewasa saja, sementara perempuan, anak-anak, dan para pendeta tidak diperbolehkan untuk membunuhnya.” Kemudian, pembunuhan boleh dilakukan ketika menghukum pelaku kriminal. Maksudnya, membunuh dalam rangka menghukum. Hal ini tentu hanya berlaku bagi negara yang menerapkan hukuman mati. 

 

Di dalam Islam, hukum mati boleh dilakukan ketika pelaku telah membunuh orang lain, melakukan pemberontakan, dan melakukan kejahatan yang menganggu kenyaman hidup orang banyak. Ganjaran hukuman mati boleh dilakukan ketika di sebuah negara sepakat untuk menerapkannya dan orang yang diperbolehkan untuk melakukannya hanyalah pejabat yang sudah ditunjuk oleh hakim ataupun presiden. Andai seorang melakukan pembunuhan misalnya, hukuman tersebut bisa diterapkan bila keluarga korban menuntut untuk membalasnya dengan bentuk hukuman yang setimpal (nyawa dibayar nyawa). 

 

Namun, hukuman qishash terbatalkan bila pelaku mendapatkan ampunan dan maaf dari keluarga korban. Begitu pula dengan pelaku makar dan perusak hidup orang banyak, mereka baru bisa dihukum mati bila hakim dan pembuat kebijakan negara memutuskan hukuman mati untuk mereka. Wallahu a’lam.