NIKAH, IJAB KABUL VIA TELEPON

IJAB KABUL VIA TELEPON


Kemajuan teknologi semakin hari semakin berkembang dan maju, teknologi di berbagai bidang semakin canggih saja. Pada saat seperti ini, mau tak mau masalah hukum pun dituntut untuk dapat memecahkan persoalan. Canggihnya alat komunikasi sedikit banyak mengubah perilaku kehidupan seseorang, begitu pula masalah akad nikah, jika zaman alat komunikasi masih sederhana, belum pernah muncul masalah nikah via telepon, teleconference maupaun alat komunikasi jenis lain. Namun demikian, bukan berarti tidak dapat di cari pemecahannya, karena pada dasarnya hukum itu pun selalu berkembang mengikuti perkembangan manusia. Meskipun ada hukum yang bersifat Qath'i atau tetap, yang tak dapat berubah sepanjang masa, misalnya Sholat yang hukumnya wajib, selamanya tetap wajib bagi muslim meskipun zaman sudah berubah.


Kesibukan manusia zaman sekarang seolah tak menyiksakan waktu lagi untuk sekedar memenuhi hajat hidupnya sendiri. Sampai-sampai untuk menikah pun seperti kehabisan ruang, Ketika dua insan yang saling mencintai terpisah jauh atau wabah corona seperti saat ini, dan ingin mengikrarkan janji, sementara untuk mengadakan pertemuan tak cukup waktu dan biaya, padahal ada alat komunikasi yang menunjang, mengapa tidak dipergunakan?


Masalah nikah via telepon memang belum pernah terjadi di masa Rasulullah, karena waktu itu teknologi komunikasi semacam ini belum ada. Namun demikian, akad nikah via telepon atau alat komunikasi lain yang memungkinkan, ini dapat diqiyaskan pada pernikahan Rasulullah SAW dengan Habibah binti Abu Sufyan. Pada waktu itu, nabi mewakilkan Umar bin Umayah Al-Dhamiry untuk menerima nikahnya. Kesamaan yang dimaksud di sini adalah ketidak hadiran kedua mempelai dalam satu majelis. Sama halnya dengan menikah via telepon. Salah satu mempelai tidak bertemu dalam satu majelis, namun cukup menjawab kabul melalui telepon atau bertatap muka dengan aplikasi ZOOM saat ini. Jika syarat pernikahan telah terpenuhi, yaitu adanya wali, saksi, mempelai, ijab kabul dan diyakini bahwa suara yang keluar dari telepon tersebut benar-benar suara calon mempelai maka hukum pembacaan ijab kabul via telepon adalah sah.


Hanya perlu ditambahkan di sini, pernikahan via telepon hendaklah dalam kondisi darurat saja, misalnya telah mendaftar di KUA, ternyata pada hari yang telah ditentukan tiba-tiba sang mempelai harus melaksanakan tugas yang tidak dapat ditunda atau seperti wabah COVID-19 saat ini. Nikah via telepon tidak dibenarkan apabila kedua mempelai mampu hadir dalam satu majelis, dalam arti jarak antara keduanya dapat dijangkau. Hendaknya juga, yang melakukan adalah orang yang telah dikenal baik dan dapat dipercaya. Jangan sampai terjadi, ketika ijab kabul telah disahkan, tiba-tiba pada lain waktu ia mengaku tak pernah melakukannya. Melarang akad nikah via telepon tidak selalu termasuk kesalahan, karena sekali lagi harus dilihat kasusnya, bagaimana pun kehati-hatian mutlak dilakukan.