Mengenal Suku Bangsa Sekak di Pulau Sumatera Indonesia


Mengenal Suku Bangsa Sekak di Pulau Sumatera Indonesia

Nikekuko - Suku Sekak Bangka yaitu suku yang menghuni pesisir sepanjang Pulau Bangka. Tetapi ada beberapa   masyarakat suku ini masih menganut kepercayaan aninisme dan dynamisme. 


Namun seiring waktu berjalan ada juga kini yang menganut agama Islam dan Kristen. Ciri khas suku ini yaitu mereka selalu mendiami kawasan peisir pantai dan mata pencaharian mereka yaitu nelayan. 

 

Suku Sekak merupakan rumpun bangsa melayu yang mana bahasa dan dialek yang dipergunakan hampir mirip dengan bahasa melayu namun ada perbedaan yang cukup mencolok selang suku Sekak atau orang Sekak dibandingkan dengan orang yang mendiami pulau bangka. 

 

Penduduk  suku sekak mendiami kawasan pantai didaerah utara pulau bangka. Kalau diperhatikan sepintas mempunyai kemiripan dengan suku -suku lain di Indonesia khususnya di daratan sumatera.

 

Saat ini suku ini tidak lagi merupakan suku terasing karena mereka sudah beradaptasi dengan budaya- budaya dari luar.

 

Suku Sekak, merupakan suku tua yang hidup di Pulau Bangka dan Belitung. Mereka berbaur dengan Suku Melayu, Tionghoa, Bugis dan Buton. Suku Sekak di Pulau Semujur yang kini menetap di Desa Baskara Bakti, sejak 1973-1974 tidak lagi menetap di laut, dan sejak 2009 sebagian besar tidak lagi melaut atau mencari ikan. 

 

Saat ini sebagian besar masyarakat Suku Sekak bekerja untuk penambangan timah rakyat. Lahan yang dulunya diberikan pemerintah untuk perkebunan dan pertanian sebagian besar sudah dijual yang kemudian menjadi perkebunan, seperti perkebunan sawit. Mereka ingin kembali melaut.

 

Pada 1973-1974, setelah Suku Sekak pergi, Pulau Semujur menjadi lokasi penambangan timah. Setelah dilarang melaut tahun 2009, pesisir dan laut yang selama ini menjadi lokasi Suku Sekak mencari ikan dipenuhi penambangan timah laut. Pada dasarnya, Suku Sekak ingin kembali ke laut atau mencari ikan.
 

Suku Sekak merupakan keturunan Suku Mantang, suku tertua Suku Laut. Mereka bukan bagian dari Suku Melayu. Di bawah Suku Mantang adalah Suku Juru dan Suku Belantu.

 

Ceritakan  Suku Sekak selama ratusan tahun berhubungan Suku Laut dengan Suku Melayu di Pulau Bangka dan Belitung

 

Ada pendapat ceritanya, manusia di Nusantara ini  kususnya  di wilayah ini dijaga dua putri.


Putri duyung bernama Siti Muli yang menjaga wilayah Timur atau matahari terbit, sementara di Barat atau matahari terbenam dijaga Putri Murni Muna. “Mereka bersudara, yang tertua Siti Muli. 


Dahulu masyarakat yang dijaga Putri Murni Muna banyak hidup di daratan, sementara yang dijaga Situ Muli hidup di laut,” Kelompok masyarakat yang dijaga Putri Siti Muli adalah Suku Laut, sementara yang dijaga Putri Murni Muna adalah Suku Melayu.


Dalam perkembangannya, Suku Laut dan Suku Melayu terjadi pembauran melalui pernikahan. Banyak lelaki Suku Melayu mempersunting perempuan Suku Laut. Dari pernikahan ini terjadi asimilasi budaya, seperti bahasa, seni dan kepercayaan atau agama.


Suku Sekak di Pulau Bangka tersebar di pesisir Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Induk dan Bangka Barat, serta di Bangka Selatan yang menyambung ke Selat Kaspar hingga Belitung Barat dan Belitung Timur. Asal usul Suku Sekak dari Gunung Daik, Pulau Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan pertama yang ditinggali mereka berada di Selat Kaspar.

 

Penambangan timah

 
Penambangan timah di permukiman Suku Laut Sekak bermula 1973-1974. Saat dimulai penambangan timah di Pulau Semujur. Awalnya, komunitas Suku Laut Sekak yang menetap di laut sekitar pulau tersebut dipindahkan ke daratan yang hingga saat ini mereka diami.


Penambangan timah di pantai dan laut berlangsung setelah Suku Sekak dilarang melaut karena menggunakan bom ikan, sekitar 2009. Lokasi penambangan timah yang sampai saat ini terus berlangsung sebelumnya merupakan wilayah pencarian ikan Suku Laut Sekak.


Sebagai informasi, sebelum adanya penambangan timah di laut, sekitar 45 ribu nelayan hidup di sepanjang pantai dan laut Pulau Bangka dan Belitung 


Taber Laot dan Muang Jong Tradisi Adat Masyarakat Pesisir Pantai 

 
Muang Jong ( buang jung ; buang jong )adalah tradisi ritual selamatan laut yang dilakukan oleh suku Sekak. Muang Jong berarti membuang patok .Upacara ini diselenggarakan setahun sekali . Diadakan pada musim pancaroba/peralihan, sebelum memasuki musim angin barat sekitar bulan September sampai dengan Oktober. 

 

Oleh orang Sekak dikenal dengan musim Tenggare’ pute. Pada musim angin barat, angin akan mulai  bertiup kencang dan gelombang laut menjadi tinggi menghujam.

Pemilihan waktu pelaksanaan didorong pula faktor kesiapan dan pendanaan. Ritual ini memerlukan waktu kurang lebih selama 5 hari 5 malam berturut-turut yang dipimpin langsung oleh seorang Tetua Adat. Memberikan sesajian kepada Penguasa Laut dengan membuat jong yang berisi aneka sesajian dan ancak  yang akan di-larung ke laut.

Tujuan ritual ini sebagai tolak bala ( membuang kemalangan), harapan akan perlindungan dari badai, gelombang laut besar  dan pembajakan, hasil tangkapan melaut yang melimpah, serta kesehatan baik jasmani maupun rohani. Hal ini didorong oleh keyakinan bahwa laut merupakan sumber rezeki dan memerlukan upaya agar selamat ketika melaut.

Tradisi Muang Jong telah masuk dalam agenda event tahunan, bagian kegiatan promosi budaya Bangka Selatan.