Suku Bangsa Dayak Aoheng di Kalimantan, Indonesia

 


Suku Bangsa Dayak Aoheng di Kalimantan, Indonesia


Nikekuko - Menurut Rousseau, orang Penihing umumnya menyebut dirinya juga sebagai Aoheng.  Dayak Aoheng/Penihing adalah salah satu anak suku Dayak yang mendiami kecamatan Long Apari, kabupaten Mahakam Ulu, provinsi Kalimantan Timur. Dayak Aoheng/Penihing berbicara dalam bahasa Aoheng.

Bahasa Aoheng atau Penihing adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh suku Aoheng di wilayah kabupaten Kuatai Barat, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. 

 

Suku Aoheng/Penihing merupakan 1,7% dari penduduk Kutai Barat. Suku Dayak Aoheng atau Suku Dayak Penihing  merupakan suku bangsa di Indonesia yang termasuk dalam salah satu sub-kelompok Dayak.  Masyarakat Suku Aoheng hidup berpindah-pindah di sekitar Pegunungan Muller-Pegunungan Schwaner, Kalimantan Timur.


Pernikahan Adat Dayak Aoheng

Prosesi itu juga menjadi tanda secara adat bahwa kedua mempelai  telah melangsungkan pernikahan. Namun, rangkaiannya tidak hanya itu. Ada beberapa tahapan perlu dilalui sehingga dapat dikatakan sah secara adat.

Secara inti, tahapannya ada tiga untuk nikah Adat Aoheng. 


1.Besuki 

 
Besuki ialah kunjungan calon pengantin lelaki ke rumah mempelai wanita.
Dalam prosesi tersebut, malam sebelum Adat Besaa dimulai. Besuki merupakan pengenalan kedua keluarga besar serta memberikan informasi bahwa nikah adat akan segara dilaksanakan. 


2. Adat Besaa

 
Adat Besaa menjadi acara utama dari tiga rangkaian tersebut. Proses pengesahan pernikahan secara adat, yang dalam bahasa lokal disebut sawe, terjadi pada acara ini. 


Tidak hanya itu, nasehat dari saudara untuk menjalani hidup berkeluarga pun terjadi ketika Adat Besaa.
Di sini lah, larangan adat, nasehat serta pesan untuk berkeluarga diinformasikan.


3. Acara Paruq

 
Seperti kegiatan piknik yang harus dilaksanakan kedua pasangan tersebut.
Namun, ada beberapa yang harus diperhatikan bagi kedua pasangan. 


Yakni mencari kayu bakar bagi pengantin pria dan daun pisang hutan bagi perempuan. Keduanya melambangkan kehidupan keluarga yang harus dilalui. 


Jika semua sudah dilalui, keduanya dinyatakan sah secara adat.


Barang yang Perlu Dipersiapkan 

 
Dalam pernikahan adat Dayak Aoheng, beberapa barang khusus perlu disiapkan oleh calon pengantin pria. 


Macam jenis dan jumlah barang tersebut pun berbeda tiap perkawinan. Barang itulah yang digunakan sebagai simbol pernikahan secara adat serta nilai-nilai untuk berkeluarga.


Jadi tergantung tingkatan keluarga yang menikah. Kalau keturunan raja banyak barangnya,
Untuk acara pernikahan, barang yang perlu dipersiapkan calon pengantin pria ada sepuluh. 

Misalkan  tingkatan kasta keluarga pengantin perempuan merupakan keturunan golongan menengah secara adat atau disebut Kowi Naum.


Adapun sepuluh barang syarat adat tersebut ialah 

 
-tajau meko (guci)


-olok eton (mandau)


-olok daya tolong danang (mandau tampilan)


-kotip hawong (tas)


-gelawi/seperti baju kebaya


-inu ujung (gelang manik)


-siwong tajong (sarung tajong)


-siwong bahalai (kain bahalai)


-awit (batu jala)


-siu daung atau ayam jantan. 


Semua barang tersebut disebutkan dalam bahasa lokal masyarakat Dayak Aoheng.
Barang tersebut diharuskan dipersiapkan pengantin Laki-laki, intinya semua barang simbol tersebut memberikan makna tergabungnya dua orang dalam ikatan perkawinan.

 

Melalui barang tersebut, nantinya pantangan dan larangan-larangan adat yang telah ditetapkan dalam berkeluarga melalui adat disahkan.


Jika sudah melakukan pernikahan adat, hukum adat pernikahan berlaku. Barang-barang itu sebagai simbolnya kalau sudah menjadi suami istri.