5 Intimidasi Perekonomian Global Tahun 2022
Nikekuko.com - Adanya harapan ditahun 2022 akan menjadi tahun pemulihan ekonomi global dari pandemi COVID-19. Namun ada lima intimidasi besar yang bisa menghambat perekonomian nasional maupun internasional.
pada bulan Oktober sampai Desember, berbagai organisasi ekonomi global, termasuk Dana Moneter Internasional IMF dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD, merevisi prediksi prospek ekonomi 2022.
Hadirnya varian omicron, rantai pasokan yang masih terhambat dan ketegangan regional yang terus berlangsung membuat para ahli harus menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi yang dibuat beberapa bulan sebelumnya.
Sebagian banyak negara geliat ekonomi sudah terasa dan menunjukkan perkembangan positif. Akan tetapi para ahli memperingatkan perlunya meredam pandemi Covid-19 dengan vaksinasi luas dan penerapan aturan-aturan mendasar, seperti menjaga jarak dan memakai masker.
Namun pandemi corona bukan satu-satunya ancaman bagi pemulihan ekonomi. Berikut 5 potensi intimidasi perekonomian global pada tahun 2022 :
1. Hadirnya Varian COVID yang kebal vaksin
Adanya varian omicron yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pada bulan November sempat mengguncang pasar keuangan. Ketakutan melanda pasar bursa karena data-data tentang omicron belum terlalu jelas.
Pada saat para ilmuwan terus menganalisis data dan menyampaikan bahwa omicron memang lebih menjalar namun kemungkinan besar tidak menyebabkan penyakit parah seperti varian Delta, kepanikan mulai mereda.
Pada masa minggu-minggu pertama tahun 2022, investor dan pelaku ekonomi akan mengikuti dengan cermat temuan-temuan baru soal omicron. Intinya, informasi tentang munculnya varian berbahaya bisa menyulut reaksi pasar dalam sekejap.
Ilmuan kesehatan memperingatkan, jika pandemi dibiarkan berkecamuk di satu wilayah, maka hal itu bisa mempercepat munculnya varian COVID yang makin kebal terhadap vaksin. Apa bila hal itu terjadi, artinya akan makin banyak penguncian maupun pembatasan harus dilakukan, dan ekonomi bisa mandek lagi.
" Kalau COVID-19 memiliki dampak yang berkepanjangan dalam jangka menengah, itu dapat mengurangi PDB global dengan kumulatif 5,3 triliun dolar selama lima tahun ke depan," kata Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath bulan Oktober lalu. Oleh sebab itu dia mengatakan bahwa kebijakan utama yang harus diprioritaskan adalah memastikan bahwa 40% dari populasi di setiap negara sudah mendapat vaksinasi sampai akhir 2021, dan 70% sampai pertengahan 2022.
2. Hambatan rantai pasokan
Terhambatnya rantai pasokan bahan mentah telah memainkan peran kunci dalam menghambat pemulihan ekonomi global tahun 2021. juga terhambatnya pengiriman barang dan kelangkaan peti kemas untuk pengiriman.
Peningkatan yang melonjak permintaan secara mendadak terjadi ketika lockdown dicabut hampir bersamaan di berbagai wilayah membuat produsen berlomba-lomba untuk mendapatkan komponen dan bahan baku. Situasi itu memicu kenaikan harga komponen.
Bidang otomotif termasuk yang paling terpukul. Pabrikasi mobil di banyak tempat di Eropa harus dihentikan beberapa kali, termasuk di Jerman. Walaupun ada tanda-tanda bahwa kelangkaan komponen dan bahan mentah mulai berkurang, para ahli tetap memperingatkan bahwa situasinya bisa kembali memburuk sewaktu-waktu.
"Kami berharap situasinya akan membaik tahun 2022 – dan kapasitas transportasi laut bisa pulih pada 2023,” kata Frank Sobotka, direktur pelaksana di perusahaan transportasi dan logistik DSV Air & Sea Germany kepada DW.
3. Peningkatan Inflasi
Tak mencukupi bahan baku dan komponen, seiring dengan harga energi yang terus naik, telah mendorong inflasi di Eropa dan Amerika Serikat ke level tertinggi. Sehingga sempat membuat para investor global cemas.
Akan tetapi Bank Sentral Eropa ECB menerangkan, kenaikan harga didorong oleh faktor-faktor sementara seperti kekurangan pasokan, harga energi yang lebih tinggi dan efek dasar. Frank Sobotka memperkirakan bahwa inflasi akan mereda lagi setelah efek ketidakseimbangan permintaan dan penawaran global mereda.
Negara Amerika Serikat, inflasi diperkirakan akan tetap tinggi, karena pemulihan ekonomi berlangsung cepat, dbarengi dengan program stimulus fiskal besar-besaran.
Bank Sentral AS The Fed sekarang mengatakan akan mengurangi program stimulus secara bertahap. Lantas, The Fed juga mengisyaratkan akan ada kenaikan suku bunga pada tahun 2022.
4. Peraturan ketat di Cina
Tersendatnya perekonomian Cina, ekonomi terbesar kedua di dunia, tentu akan menambah kekhawatiran investor pada 2022.
Pada tahunTahun 2020, Cina masih bisa menopang perkembangan perekonomian global dengan mendorong pembelian barang-barang elektronik dan peralatan medis.
Negara Cina adalah satu-satunya perekonomian dunia yan g menunjukkan pertumbuhan pada 2020. Tetapi belakangan ini, Cina tiba-tiba memperketat pengawasan kepada perusahaan-perusahaan maupun pengusaha yang sukses besar, seperti raksasa teknologi Alibaba dan Tencent.
Sisi lain, kasus raksasa properti Evergrande yang terlilit utang besar dan praktis bangkrut hanya dalam hitungan hari, membuat pemerintah Cina ingin tetap mengendalikan perusahaan-perusahaan swasta dan mengawasinya dengan ketat.
Tetapi, jika negara itu terus memperketat pengawasan, situasi itu malah bisa berdampak buruk bagi kreativitas dan dinamika sektopr swasta, yang selama ini jadi andalan pertumbuhan ekonomi dan daya saingnya di pasat globalsemangat. Sangat jelas, kalau perekonomian Cina oleng, dampaknya akan terasa di seluruh dunia.
5. Memanasnya geopolitik
Dunia tidak hanya sedang mengalami dua krisis besar, yaitu krisis pandemi dan krisis iklim, melainkan juga menghadapi ketegangan politik yang belakangan makin meruncing.
Aktivasi puluhan ribu pasukan Rusia di kawasan perbatasan ke Ukraina mengingatkan dunia ke masa-masa Perang Dingin yang memecah Eropa menjadi dua blok militer. Washington telah memperingatkan Moskow agar tidak menginvasi Ukraina dan mengancam akan membalas dengan sanksi yang luas dan masif.
Namun, di Uni Eropa (UE) sendiri, belum ada kesepakatan tentang apa yang perlu dilakukan.
Ada beberapa negara anggota UE, terutama yang pernah berada di bawah pengaruh Uni Soviet dulu, menuntut langkah yang lebih tegas terhadap Rusia.
Selama ini Jerman bersikap lebih hati-hati dan tidak ingin ada konflik terbuka dengan Vladimir Putin.
Kecuali Rusia, sikap Cina dalam sengketa tentang status Laut Cina Selatan juga makin keras.
Negara Cina beberapa kali mengerahkan pesawat militernya memasuki wilayah udara Taiwan sambil mengancam semua negara yang membuka hubungan diplomasi dengan negara pulau itu. Sisi lain, AS berulangkali menegaskan kewajibannya untuk mendukung Taiwan, jika negara kecil itu diserang.
Konflik AS-Cina membuat negara-negara di Asia Tenggara gelisah. Masing-masing konflik militer bisa mengganggu upaya pemulihan ekonomi di kawasan itu. Kurang lebih bulan belakangan, AS dan Cina mengirim pejabat tingginya berkeliling Asia untuk memperluas pengaruh geopolitiknya.
Berita AS untuk memboikot Olimpiade Musim Dingin di Beijing yang rencananya akan berlangsung Februari mendatang menambah ketegangan. Negara Cina sendiri sudah mengancam bahwa AS dan siapa saja yang mengkuti langkahnya akan "membayar harga mahal" atas keputusannya.