Apa Itu Tanah Adat dan Masyarakat Adat

Apa Itu Tanah Adat dan Masyarakat Adat

Nikekuko.com -  Tanah adat adalah tanah-tanah atau wilayah teritori tertentu termasuk segala kekayaan alam yang berada di area tersebut, yang dinyatakan self-claimed, baik yang kemudian diakui ataupun tidak diakui oleh pemerintah.

Suatu komunitas atau satuan sosial yang anggota-anggotanya terhubung dan terikat berdasarkan ikatan-ikatan genealogis dan kewilayahan, di dalamnya memiliki wilayah penghidupan yang jelas batas-batasnya secara budaya maupun geografis.

Jadi pengaturan kehidupan masyarakat adat itu bersandarkan pada aturan-aturan dan norma hukum setempat, atau biasa disebut dengan masyarakat hukum adat.

Masyarakat adat pada dasarnya tidak pernah menyebut dirinya sebagai masyarakat adat. Mereka mengidentifikasi dirinya berdasarkan penamaan lokal yang berlaku secara internal maupun yang dikenal oleh komunitas sekitar lainnya.
 

Istilah masyarakat adat pada umumnya disematkan oleh pihak lain dengan merujuk pada klaim kewilayahan yang dalam hal ini disebut dengan tanah adat dan dianggap menjadi bagian dari komunitas setempat tersebut.

Dalam kaitannya dengan aturan suatu suku, akan dikenal banyak istilah termasuk diantaranya tanah ulayat hukum tanah adat. Mendengarnya saja mungkin terasa asing bagi penduduk perkotaan, namun faktanya hal tersebut masih sangat familiar bagi masyarakat hukum adat. Dalam ulasan kali ini, Rumah.com akan menerangkan apa itu tanah ulayat hukum tanah adat.

    1. Pengertian Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat
    2. Perbedaan Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat dengan Tanah Desa
        1. Fungsi Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat
        2. Fungsi Tanah Desa
    3. Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat Bisa Jadi Hak Milik

 

1. Pengertian Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat


Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Hukum adat sendiri adalah serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat yang tidak tertulis, dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum secara turun temurun.

Hak tanah ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya. Posisinya kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.

Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun, dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Maka dari itu, konsepsi hak tanah ulayat menurut hukum tanah adat mencakup nilai-nilai komunalistik-religius magis yang memberi peluang penguasaan tanah secara individual, serta hak-hak yang bersifat pribadi, namun demikian hak tanah ulayat bukan hak orang-seorang. Sehingga dapat dikatakan hak tanah ulayat bersifat komunalistik karena hak itu merupakan hak bersama anggota masyarakat hukum adat atas tanah yang bersangkutan.

2. Perbedaan Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat dengan Tanah Desa

Apa bila dilihat dari sistem tanah ulayat hukum tanah adat yang telah dijelaskan di atas, maka artinya hak ulayat dapat mempunyai kekuatan berlaku ke dalam dan keluar .

Kekuatan ke dalam artinya berhubungan dengan para warganya, sedang kekuatan berlaku keluar dalam hubungannya dengan bukan anggota masyarakat hukum adat yang disebut “orang asing atau orang luar”.

Maka dari itu, kewajiban utama penguasa adat yang bersumber pada hak tanah ulayat ialah memelihara kesejahteraan dan kepentingan anggota-anggota masyarakat hukumnya, serta menjaga jangan sampai timbul perselisihan mengenai penguasaan dan pemakaian tanah. Jika terjadi sengketa, maka penguasa adat wajib menyelesaikan.

Sedangkan untuk kekuatan berlaku ke luar, maka hak tanah ulayat hukum tanah adat dipertahankan dan dilaksanakan oleh penguasa adat yang bersangkutan. Orang-orang asing atau orang-orang yang bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dan bermaksud mengambil hasil hutan, berburu atau membuka tanah, maka dilarang masuk lingkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat tanpa izin penguasa adatnya.


1. Fungsi Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat

Tanah ulayat sesungguhnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat untuk berbagai tujuan sosial dan ekonomi, antara lain untuk perumahan, fasilitas umum dan sosial, persawahan dan perkebunan. Sedangkan sisanya adalah dalam bentuk hutan belantara.

Dalam kondisi di lapangan seperti ditemukan di masyarakat Minangkabau, terkait dengan sektor usaha pemanfaatan tanah ulayat, penggunaannya lebih berkembang untuk kegiatan ekonomi di sektor primer pertanian termasuk di dalamnya sub sektor peternakan. Hanya sebagian kecil yang memanfaatkan tanah ulayat untuk sektor pertambangan atau penggalian.

Tahukah Anda, status tanah ulayat hukum tanah adat ternyata dapat dijadikan sebagai hak milik perorangan, apabila status tanah ulayat tersebut sudah menjadi tanah negara.

2. Fungsi Tanah Desa

Jika tanah ulayat dimiliki oleh sekelompok masyarakat hukum adat, maka tanah desa atau tanah kas desa merupakan tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Desa sebaai salah satu sumber pendapatan asli desan dan/atau untuk kepentingan sosial. Definisi tersebut tercantum jelas dalam Pasal 1 butir 26 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016.

Tanah Desa merupakan Tanah Negara yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Nyaris serupa dengan tanah ulayat, tanah Kas Desa tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. Pihak yang menjadi hak adalah Pemerintah Desa untuk menggarapnya sebagai Pendapatan Asli Desa.

Terkait perolehannya, tanah desa didapatkan melalui permohonan yang telah diajukan kepada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat atau kantor wilayah setempat. Setelah permohonan tersebut diterima, maka dapat diberi hak atas tanah yang dapat disebut pemberian hak atas tanah. Kewenangan pemberian hak atas tanah dilaksananakan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara.

3. Tanah Ulayat Hukum Tanah Adat Bisa Jadi Hak Milik

Pengaturan tanah ulayat telah disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal tersebut berbunyi “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

Dalam tingkat peraturan pelaksananya, telah disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Akan tetapi dalam Peraturan Pemerintah ini, tanah ulayat tidak termasuk obyek pendaftaran tanah. Hal ini dikaitkan dengan Pasal 9 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah, yaitu ayat (1) bahwa obyek pendaftaran tanah meliputi:

  • Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
  • Tanah hak pengelolaan
  • Tanah wakaf
  • Hak milik atas satuan rumah susun
  • Hak tanggungan
  • Tanah negara


Sedangkan pada Ayat (2) disebutkan bahwa dalam tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

Kendati tanah ulayat bukan merupakan obyek pendaftaran tanah, akan tetapi berdasarkan ketentuan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999, pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) tercantum bahwa “Tanah ulayat dapat dikuasai oleh perseorangan dan badan hukum dengan cara didaftar sebagai hak atas tanah apabila dikehendaki oleh pemegang haknya yaitu warga masyarakat hukum adat menurut kententuan hukum adatnya yang berlaku”.

Kemudian oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, bisa menguasai tanah ulayat setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.