Hukum Karma dalam Pandangan Islam

www.N i k e k u k o.com
 

 

Hukum Karma dalam Pandangan Islam

Adapun penjelasan mengenai apa itu hukum karma berdasarkan beberapa sumber:

1. Yakni hukum sebab-akibat, ada aksi dan ada reaksi. Jika berbuat baik, maka akan mendapat balasan baik, jika berbuat buruk maka akan mendapatkan balasan buruk juga.

2. Menerka hal ghaib, semisal menebak bahwa engkau mendapatkan hal buruk ini karena perbuatan burukmu yang itu (disebutkan perbuatannya)

3. Memiliki keyakinanan rienkarnasi kembali ke dunia setelah kematian, sebagai akibat perbuatannya yang lalu pada kehidupan sebelumnya.

Justru ada pendapat seperti ini mengenai hukum karma:

“Dhamma Niyama / Hukum Karma tidak membutuhkan kepercayaan Anda.. siapa pun Buddha, Nabi, Setan, Manusia, Binatang, Tumbuhan dan semua keberadaan di Seluruh Semesta ini termasuk TUHAN tunduk pada HUKUM DHAMMA NIYAMA”.

Sebenarnya banyak yang tidak tahu pasti apa itu hukum karma, terlepas dari apakah benar pengertian yang di kumpulkan dari berbebagai sumber, ingin menjelaskan bahwa agama Islam tidak membenarkan ajaran karma dengan pengertian di atas.

Dalam Al-Muasu’ah Al-Muyassarah dijelaskan,

الكارما – عند الهندوس – : قانون الجزاء ، أي أن نظام الكون إلهي قائم على العدل المحض، هذا العدل الذي سيقع لا محالة إما في الحياة الحاضرة أو في الحياة القادمة ، وجزاء حياةٍ يكون في حياة أخرى ، والأرض هي دار الابتلاء كما أنها دار الجزاء والثواب

“Karma menurut ajaran hindus adalah “hukum  balasan” yaitu aturan ilahi yang berdasarkan keadilan murni. Keadilan ini terjadi bisa jadi pada kehidupan saat ini atau di kehidupan yang akan datang. Balasan keihdupan ini akan terjadi pada kehidupan selanjutnya. Bumi adalah tempat ujian sebagaimana juga sebagai tempat balasan kebaikan dan keburukan.”

Pandangan Islam mengenai ajaran karma


1. Tidak dibenarkan jika memastikan hukum sebab akibat dengan sebab yang pasti atau tertentu

Seperti contohnya: engkau sakit parah sekarang ini karena dahulu engkau sering mencuri, sekarang engkau kena hukum karma.
 

Juga hal ini termasuk menebak hal-hal ghaib, karena:

“Darimana ia tahu bahwa penyebab sakit parah adalah karena dosa mencuri? Bukankah ada dosa-dosa lainnya yang tersembunyi bahkan lebih besar”

Boleh jadi sakit parah tersebut karena ujian dari Allah atau dosa lainnya yang pernah ia berbuat tanpa diketahui orang lain sama sekali. Boleh jadi sakit parah karena dosanya berupa keyakinan dan aqidah dalam hati yang salah mengenai agama dan ajaran Islam.

Menerka hal ghaib termasuk dosa kesyirikan yang besar.

Allah berfirman,

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ

“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (An-Naml: 65).

Justru apabila kita percaya dengan tebakan hal ghaib maka ini termasuk kekufuran.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.”

Dilarang menerka hal ghaib meskipun hanya bercanda dan bermain-main.  Berkelakar menebak karma juga tidak boleh, karena mendatangi tukang ramal saja ada ancamannya, baik kita membenarkan atau tidak membenarkan.

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya padanya tentang sesuatu, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.”

2. Tidak dibenarkan ajaran reinkarnasi

Di dalam ajaran Islam tidak ada ajaran reinkarnasi. Manusia apabila telah meninggal, maka ia tidak akan kembali ke kehidupan dunia lagi akan tetapi akan mempertanggungjawabkannya di akhirat dan kemudian hidup selamanya di kehidupan akhirat.

Hal ini banyak nash yang menjelaskan hal ini. Allah berfirman,

أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (At-Taubah:38).

Allah juga berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (Al-A’la: 16-17).Wallahualam Bissawab.