Sejarah Presiden Indonesia Menaikan BBM

 

Sejarah Presiden Indonesia Menaikan BBM

Nikekuko.com - Sejarah kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia telah ditetapkan melalui diskusi panjang oleh pemerintah,  juga mensubsidi dan mengatur penjualan bahan bakar seperti bensin, solar (diesel), dan juga minyak tanah secara eceran melalui Pertamina.
 

BBM ini sangat dibutuhkan masyarakat karena telah menjadi salah satu komoditas penting yang digunakan hampir setiap harinya. Akan tetapi, harga BBM ini sangat memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penetapan harga bahan bakar minyak sangat penting bagi masyarakat.

Terlepas dari itu, harga bahan bakar minyak juga menjadi penentu bagi besar dan kecilnya defisit anggaran negara. Adanya kenaikan harga BBM tentu akan membebani rakyat miskin, apabila penetapan kenaikan harga tersebut tergolong tinggi. Oleh karena itu tak jarang penetapan harga bahan bakar minyak selalu diikuti kenaikan harga-harga bahan pokok lainnya.

Dapat diketahui, hampir setiap Presiden di Indonesia pernah mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM, dari ke tujuh orang yang menjabat sebagai Presiden RI, hanya seorang BJ Habibie yang tidak pernah menaikkan harga BBM dimasa ia menjabat. Dapat diketahui, pada saat itu BJ Habibie hanya menjabat sebagai Presiden RI selama 18 bulan.

Presiden RI Pertama Sukarno (18 Agustus - 12 Maret 1965)

Pada masa pemerintahan Sukarno, sepanjang periode November 1965 - Februari 1966, terjadi tiga kali perubahan harga BBM bersubsidi.

no
Tgl/bln/thn PremiumSolar
 1.22 November 1965
Rp 0,3Rp 0,2
 2.3 Januari 1966 Rp 1Rp 0,2
 3.27 Januari 1966 Rp 0,5Rp 0,4

 

Pemerintahan Presiden Soeharto (12 Maret 1967 - 21 Mei 1998)

Presiden Soeharto, sejauh ini, tercatat paling banyak melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Dalam 32 tahun kepemimpinannya, tercatat 20 kali harga BBM bersubsidi mengalami perubahan. Meski perubahan tidak dilakukan secara serentak untuk Premium dan Solar.

Pertama kali perubahan harga BBM bersubsidi ini terjadi pada 3 Agustus 1967. Harga Premium langsung melonjak hampir 10 kali lipat, dari Rp 0,5 menjadi Rp 4, dan Solar dari harga Rp 0,4 menjadi Rp 3,5. Berikut catatan lengkapnya:

no
Tgl/bln/thn
PremiumSolar
 1.3Agustus 1967
Rp 4Rp 3,5
 2.25 April 1968 Rp16Rp 12,5 
 3.1 Juni 1970 Rp 25Rp 12,5 
 4.1 April 1972 Rp 35Rp 14
 5.
1 April 1973 Rp 41Rp 16 
 6.22 April 1974 Rp 46Rp 19 
 7.1 April 1975 Rp 57 Rp 22
 8.1 April 1976 Rp 70 Rp 25
 9.5 April 1979 Rp100Rp 35 
10.
1 Mei 1980 Rp 150Rp 52,5 
 11.4 Januari 1982 Rp 240Rp 85 
 12.7 Januari 1983 Rp 320Rp 145 
 13.12 Januari 1984 Rp 350Rp 220 
14.
1 April 1985 Rp 385 Rp 242
 15.10 Juli 1986 Rp 385 Rp 200
16.
24 Mei 1990 Rp 450Rp 245 
17.
11 Juli 1991 Rp 550Rp 300 
18.
8 Januari 1993 Rp 700Rp 380 
 19.5 Mei 1998 Rp 1.200Rp 600
20.
16 Mei 1998 Rp1.000Rp 550

 

Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur (20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001)

Pada masa kepemimpinan Gus Dur, perubahan harga BBM bersubsidi terjadi sebanyak enam kali, dalam dua tahun kepemimpinannya. Kenaikan tertinggi pada Premium sebesar 20,7% dan Solar sekitar 39,3%. Namun, perubahan lebih sering terjadi pada BBM jenis Solar. Berikut rinciannya:

 notgl/bln/thn PremiumSolar
 1.1 Oktober 2000 Rp 1.150 Rp 600
 2.1 April 2001 Rp 1.150 Rp 990 
 3.1 Mei 2001 Rp 1.150Rp 1.150
 4.1 Juni 2001 Rp 1.150Rp 1.285 
 5.16 Juni 2001 Rp 1.450Rp 900 
 6.1 Juli 2001 Rp 1.450Rp 1.250 

 

Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004)

Tak lama setelah resmi menjadi Presiden menggantikan Gus Dur, Megawati langsung membuat kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Secara keseluruhan, dalam tiga tahun kepemimpinannya Megawati melakukan 15 kali penyesuaian harga. Tercatat Megawati dua kali melakukan penurunan harga Premium, dan enam kali membuat harga Solar menjadi lebih murah. Setiap perubahan juga tidak serentak dilakukan untuk Premium dan Solar. Berikut perubahannya:

no
tgl/bln/thn PremiumSolar
1.
1 Agustus 2001 Rp 1.450Rp 1.190
2. 1September 2001Rp 1.450 Rp 955
3. 1 Oktober 2001Rp 1.450 Rp 1.000
4. 1 Nopember 2001Rp 1.450 Rp 945
5. 1 Desember 2001Rp 1.450 Rp 900
6. 17 Januari 2002Rp 1.550 Rp 1.150 
8. 1 April 2002Rp 1.600 Rp 1.250
9. 3 Mei 2002Rp 1.750 Rp 1.400
10 1 Juli 2002Rp 1.750 Rp 1.350
11. 1 Agustus 2002 Rp 1.735Rp 1.325 
12. 1 September 2002Rp 1.690Rp 1.360 
13. 1 Oktober 2002Rp 1.750 Rp 1.440 
14. 1 Nopember 2002Rp 1.750 Rp 1.550 
15. 2 Januari 2003Rp 1.810Rp 1.890 
16 21 Januari 2003Rp 1.810Rp 1.650


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 - 20 Oktober 2014).

Pada era kepemimpinan Presiden SBY, selama dua kali masa pemerintahannya tercatat harga BBM bersubsidi berubah sebanyak delapan kali. Dari beragam perubahan tersebut SBY tercatat sebagai Presiden yang empat kali menaikkan harga Premium, dan menurunkannya sebanyak tiga kali. Sementara untuk Solar, SBY empat kali menaikkannya, dan menurunkannya sebanyak dua kali. Berikut rinciannya:

no tgl/bln/thnPremiumSolar
1. 1 Nopember 2004Rp 1.810
Rp 1.650
2. 1 Maret 2005Rp 2.400
Rp 2.100
3. 1 Oktober 2005Rp 4.500
Rp 4.300  
4. 24 Mei 2008Rp 6.000
Rp 5.500 
5. 1 Desember 2008 Rp 5.500
Rp 5.500 
6. 15 Desember 2008Rp 5.000
Rp 4.800 
7. 15 Januari 2009Rp 4.500
Rp 4.500 
8. 22 Juni 2013Rp 6.500
 Rp 5.500

 

Presiden Joko Widodo (20 Oktober 2014 - sekarang)

Belum genap sebulan memimpin, Presiden Jokowi harus membuat keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Uniknya, setelah Reformasi, Jokowi menjadi presiden pertama RI yang menyampaikan sendiri informasi ini kepada publik. Pada masa pemerintahan sebelumnya, acap kali terjadi kenaikan harga BBM, umumnya yang mengumumkan adalah pejabat setingkat menteri. Tak hanya itu, Jokowi juga menjadi presiden pertama yang mengeluarkan kebijakan tak populer, yaitu menghapus subsidi untuk BBM jenis Premium. 

Sejak 2015, bensin ini tak lagi masuk kategori subsidi dan dibiayai APBN. Meski begitu, harga bensin tak lepas dari intervensi pemerintah, meski harga minyak merangkak naik harga bensin RON 88 ini tak berubah. Alhasil, selisih nilai jual di pasar ditanggung langsung oleh distributor yakni PT Pertamina (Persero).

Kebijakan penghapusan subsidi untuk Premium, pada akhirnya membuat bensin tersebut tak laku dan menghilang dari pasaran. 

Walau begitu, Premium masih dibutuhkan. Menurut Peraturan Presiden (Perpres) No.117 Tahun 2021, pemerintah memberikan kompensasi sebesar 50% untuk kandungan Premium di Pertalite. Premium saat ini hanya digunakan sebagai 50% bahan campuran dari BBM Pertalite. 

Kondisi ini akhirnya membuat Premium tak lagi dijual Pertamina, dan BBM jenis Pertalite ditetapkan sebagai BBM Khusus Penugasan (JBKP), yang berhak untuk mendapatkan subsidi. 

Adapun masuknya Pertalite sebagai BBM khusus penugasan atau BBM subsidi berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang JBKP, yang disahkan pada 10 Maret 2022.   

 

Berikut perubahan harga BBM selama Presiden Jokowi memimpin: 

no tgl/bln/thnPremiumSolar Keterangan
1. 18 November 2014Rp 8.500Rp 7.250 
2. 1 Januari 2015 Rp7.600  Rp 7.250Subsidi solar tetap Rp 1000
3. a.19 Januari 2015 Rp 6.900Rp 6.400Berlaku dua harga Bali & Madura

b.19 Januari 2015 Rp 6.700Rp6.400 
Berlaku luar Bali & Madura
4.
1 Maret 2015Rp 6.800Rp6.400  Kembali berlaku harga Nasional
5.
28 Maret 2015Rp7.300  Rp 6.900
 6.
a. 5 Januari 2016Rp 7.050
Rp 5.650 
Kembali berlaku dua harga: Jawa, Madura, Bali (Jamali)

b. 5 Januari 2016Rp. 6.950Rp 5.650 Di luar Jamali
7. a. 1 April 2016Rp 6.550Rp 5.150 Jamali 

b. 1 April 2016Rp 6.450Rp 5.150  Luar Jamali
8.
a.10 Oktober 2018 Rp 7.000 Rp 5.150 Jamali

b.10 Oktober 2018Rp 6.900Rp 5.150Luar Jamali


Namun, kebijakan ini dibatalkan satu jam setelah diumumkan. Kemudian Pertalite ditetapkan sebagai BBM bersubsidi.
1 April 2022: Pertalite Rp 7.650 - Solar Rp 5.150
3 September 2022: Pertalite Rp Rp 10.000 - Solar Rp 6.800

 Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara resmi menaikkan harga BBM sebanyak 25 persen hingga 30 persen. Seperti yang diketahui, harga Pertalite meningkat dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Kemudian, harga Solar bersubsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Harga Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500.