Membuka Tabir Kehidupan Lalat VS Lebah

 

Membuka Tabir Kehidupan Lalat VS Lebah
https://www.facebook.com/BinjaiHerbal/photos/analogi-lebah-vs-lalatmengapa-lebah-cepat-menemukan-bungasedangkan-lalat-cepat-m/475919102479500/

NIKEKUKO -  Hewan kecil Lebah dan lalat merupakan hewan yang tak asing bagi kita semua. Tetapi, tidak semua pula yang mencoba menangkap pesan yang dititipkan Allah melalui lebah dan lalat. Karena, Allah menciptakan semua ciptaan-Nya memiliki maksud dan tujuan yang ditujukan pada manusia. Hal ini tertera pada firman Allah : … “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali lmran :191 ).

Ayat di atas menjelaskan bahwa semua yang Allah ciptakan memberi sejuta hikmah yang menjadi pelajaran bagi manusia. Hal ini, tak semua manusia mampu memetik pelajaran.

Dengan melihat lebah dan lalat, muncul pertanyaan. Apa sebab lebah cepat menemuka bunga meski jauh diseberang samudera. Apa sebab pula lalat cepat menemukan kotoran meski ditutup dengan penutup yang rapat. Di karenakan oleh beberapa sifat antara keduanya, yaitu :

1. Aspek naluri dan pikiran. Dengan naluri dan pikiran lebah hanya untuk menemukan bunga (kebaikan). Walau dalam keadaan yang sangat lapar, lebah hanya hinggap dikelopak bunga untuk mengambil manisnya kelopak bunga.  Walaupun ia sangat lapar, namun bunga tak pernah rusak, apalagi sampai mematahkan ranting pohon. Hal ini berbeda dengan naluri dan pikiran lalat hanya untuk menemukan kotoran (kejahatan). Lantas, sementara lalat hanya memiliki naluri dan pikiran mencari kotoran. Lalat bangga mencari kotoran dan hidup menyebar berbagai kuman penyakit yang berdampak derita bagi semua makhluk.

2. Aspek solidaritas. Madu yang dihasilkan lebah merupakan akumulasi solidaritas yang kompak. Dengan kemampuan lebah mengumpulkan madu tak lebih dari berat tubuhnya. Tetapi, solidaritas membangun asa lebah untuk mencapai tugas dan fungsinya. Mereka semua bersatu padu dan saling bekerja tanpa iri. Apa bila lebah diganggu, semua saling membantu. Mempunyai sifat tak akan mengusik bila tak diusik.  Berbeda dengan lalat, solidaritas tak pernah dikenalnya. Semua hidup untuk memperjuangkan diri sendiri. Saling berebut makanan busuk terus dilakukan. Bila ada musuh ingin mengganggu komunitas, semua saling mencari selamat tanpa menghiraukan sesamanya. Meski lalat hidup bergerobolan, namun tanpa instink saling membela dan membantu.

3. Aspek lingkungan dan memahami tugas dan fungsi. Tengoklah rumah lebah. Dibangun secara bersama dan dimanfaatkan bersama-sama pula. Semua tersusun rapi dalam kamar-kamar yang berukuran sama. Walau  tanpa alat ukur, lebah mampu membuat sarangnya dengan susunan yang teratur. Bahan bangunannya pun terbuat dari zat yang juga bermanfaat bagi manusia (sebagai lilin). Semua lebah bekerja tanpa lelah. Giat dan pantang menyerah. Semua dilakukan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Tak ada saling iri, apalagi saling menyerang. Lingkungan yang bersih dan tersusun dalam aturan yang baik ternyata ikut membangun karakter lebah menjadi lebih baik.
 

Lain dengan lingkungan lalat. Hidup tanpa rumah, hanya menempel dionggokan sampah. Kehidupan tanpa pedoman dan tugas yang teratur.  Lingkungan yang dipilih ternyata membangun sifat lalat. Lingkungan kumuh membangun tabiat lalat menyenangi kotoran dan membenci kebersihan. Bagi lalat, kotoran adalah sumber kehidupan.

Sifat lebah dan lalat merupakan perumpamaan sifat dan naluri manusia. Ada manusia yang bernalurikan lebah dan sebagian bernalurikan lalat.  Manusia yang memiliki naluri lebah akan cenderung mencari kebaikan, menyebar kebaikan, dan memberikan kebaikan pada sesama. Ia tak tertarik pada hal-hal yang tak baik. 

Rasa kebersaamaan, memahami tugas dan fungsi, hidup dalam lingkungan teratur menjadi modal bagi lebah membangun pribadinya.  Begitu mulia bila manusia berkaca pada lebah. Hidup hanya untuk sesuatu yang mulia dan memberikan kebaikan pada sesama. Sementara manusia yang memiliki naluri lalat akan cenderung mencari keburukan dan memberikan mudharat bagi orang lain. Pada manusia berinstink lalat, hidup adalah mempertahankan diri tanpa mau tau mudharat bagi makhluk lainnya. Kehidupan baginya adalah merindukan lingkungan yang kotor.

Begitu betul-betul, kebaikan dan keburukan tergantung pada apa yang menjadi gerakan instink dan otak yang mendorong manusia melakukan suatu perbuatan. Apabila tipe lebah menjadi dasar diri, maka semua yang ada disekeliling diri akan mendapatkan manisnya kebaikan dan kebermanfaat yang disebarkan. Tetapi, jika hidup seperti lalat, maka hidup hanya menyebarkan kuman dan racun yang akan mencelakai atau memberi mudharat bagi semua yang ada disekelilingnya. Walau  manusia lebih suka hasil yang diprodukai oleh lebah, serta tak menyukai apa yang dilakukan dan dihasilkan lalat, namun dalam kehidupan justru lebih banyak meniru tabiat lalat. Hobi sesuatu yang kotor dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan hidup, saling berebut kuasa hanya untuk mendapatkan makanan yang busuk, saling mencari dan membuka busuknya sesama agar keberhasilan dirinya mendapatkan tempat karena berhasil membuat nama orang lain menjadi busuk. Jelas upaya pembusukan sesama dilakukan oleh kelompok lalat - ­lalat yang suka busuk yang hadir era modern. Perkembangan hidup boleh canggih, namun sayang sifat segelintir manusia masih terkebelakang dengan memilih lalat sebagai karakter dirinya yang senang atau membuat lingkungan busuk.

Begitu sangat mulia manusia yang memilih sifat lebah. Akan kemuliaan lebah pada dirinya, wajar bila Allah memberi nama lebah (an-Nahl) sebagai salah satu surat dalam al-Quran.Tetapi, untuk menjadi lebah perlu ketekunan dan pilihan makanan yang akan masuk dalam diri. Berawal dari paparan lebah dan lalat di atas,  terlihat bahwa bila makanan yang masuk baik, maka akan baik pula diri dan semua yang akan keluar dari diri. Akan tetapi, bila makanan yang masuk berasal dari kejelakan atau bersumber dari menjual kebaikan menjadi kotoran-kotoran dengan berbagai variannya, maka akan menjadikan diri kotor dan mengeluarkan kotoran selama hidupnya.

Akan tetapi orang bisa dikelabui dengan asesoris yang ditampilkan, namun hati dan Allah tak mungkin bisa menutupi keburukan diri. Demikian pula sebaliknya, bila kebaikan yang dipilih dan keluar berbagai kebajikan dalam diri, maka meski sejuta makhluk ingin menutupi, niscaya tak akan mampu dilakukan. Kebaikan akan tetap dicari. Pada saat keburukan tak pernah membuat manusia bahagia. Dikarenakan, lebah tak akan pernah menjadi lalat dan lalat tak akan mampu menjadi lebah.

Lantas pilihan tentu ada pada setiap manusia. Akan tetapi, pilihan mana yang akan dipilih, tentu tergantung pilihan hidup yang akan diambil, lebah atau lalat.

Wa Allahua’lam bi a/-shawwab.