KRILU ALAT MUSIK TRADISIONAL SUKU REJANG

krilu alat musik rejang
Seniman Krilu Bapak H. Haludin

Alat musik seruling/suling bambu merupakan salah satu alat musik yang cukup banyak di jumpai dalam berbagai pertunjukan musik, khususnya dalam pertunjukan musik tradisional,seperti yang kita ketahui, seruling termasuk alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, alat ini juga termasuk instrumen musik aerophone yang berarti suara yang ditimbulkan dari alat musik tersebut berasal dari hembusan angin.

SEJARAH KRILU

Krilu juga termasuk dalam keluarga flute, namun yang membedakan dari alat musik sejenis, Krilu di mainkan secara tunggal, biasanya sambil mengembala hewan ternak maupun menjaga padi yang mulai menguning, Krilu bisa juga dibuat dengan bahan bagian dari batang padi. Konon Krilu ini digunakan oleh seorang pemuda yang bernama Pataiju Angin asal Desa Tunggang yang berdekatan dengan sungai Ketahun, disungai ini terdapat batu besar dan lebar tempat Patai Juangin meletakkan mangkok yang berisi air jeruk atau "Langia" sebelum melakukan mandi di sungai Ketahun. Hingga sekarang batu besar dan lebar itu oleh masyarakat setempat dikenal sebagai "Batu Langia Patai Juangin".

Suatu ketika Patai Juangin sedang mandi didekat batu tersebut, hanyutlah sepotong bambu yang diatasnya bertengger seekor burung, awalnya Patai Juangin tidak menghiraukannya, namun bambu dan burung tersebut seakan kembali hanyut kehilir melintasi Pataiju Angin hingga tiga kali, akhirnya potongan bambu dan burung yang bertengger tersebut diambil oleh Patai Juangin. Karena Patai Juangin sering menggunakan suling yang terbuat dari batang padi atau puput, akhirnya Patai Juangin berinisiatif untuk membuat potongan bambu tadi untuk dijadikan sebuah suling yang pada akhirnya lebih dikenal dengan sebutan KRILU.

Suara yang dihasilkan oleh Krilu ini sangatlah merdu dan terdengar sangat memelas/haru, hingga pada suatu ketika Patai Juangin sedang meniup Krilu dihalaman rumahnya yang berdekatan dengan pemandian masyarakat di sungai Ketahun, para gadis yang sedang berada di pemandian tersebut.

Suara yang dihasilkan oleh Krilu ini sangatlah merdu dan terdengar sangat memelas/haru, hingga pada suatu ketika Patai Juangin sedang meniup Krilu dihalaman rumahnya yang berdekatan dengan pemandian masyarakat di sungai Ketahun, para gadis yang sedang berada di pemandian tersebut, dikarenakan suara Krilu yang indan nan merdu, membuat para gadis ini lupa akan tugasnya, yang tadinya ingin mencuci pakaian lupa akan tugasnya hingga pakaian tersebut hanyut dibawa sungai, bahkan ada juga yang sedang mencuci beras tanpa disadari oleh sang gadis, beras tersebut tumpah kedalam sungai, karena para gadis bahkan masyarakat sekitar terbuai akan keindahan suara Krilu ini, Pada akhirnya sang Ayah Patai Juangin ini menjadi marah kepada Patai Juangin karena suara Krilu ini telah menjadi penyebab lalainya masyarakat pada tugas dan kewajibannya,.


Suatu ketika Patai Juangin pulang dari bermain bersama teman-temannya, Patai Juangin kaget karena melihat Krilu di halaman rumah telah dihancurkan oleh sang ayah karena sang ayah merasa resah oleh suara merdu Krilu ini menjadi penyebab masyarakat desa menjadi lalai akan tugas mereka. Patai Juangin mengambil Krilu yang hancur tersebut lalu memperbaiki Krilu tersebut dengan menggunakan minyak burung yang dijumpai saat pertama kali mendapatkan potong bambu saat itu, ajaibnya Krilu bisa diperbaiki seperti sediakala. Akhirnya setelah peristiwa itu Patai Juangin pergi mengembara sambil membawa Krilu, tidak ada yang mengetahui kemana Patai Juangin pergi. 

Cerita ini diriwayatkan oleh Bapak H. Haludin atau Datuk Krilu seorang seniman Krilu pendiri sanggar "Ratu Agung", Kabupaten Lebong, Prov. Bengkulu.