Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup

NIKEKUKO.com - 10 Inilah Fakta Keistimewaan Kota Curup


1. Langgar Al Hakimi Tempat Diumumkannya Pertama Kali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Rejang Lebong

 

Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup

Kabar tentang kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Muhammad Hatta diterima oleh masyarakat Kota Curup pada 10 September 1945. Adanya berita ini, maka berkumpullah beberapa tokoh masyarakat, pemuda dan beberapa mantan Giyugun untuk membentuk sebuah panitia, yang bertugas menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan kepada masyarakat.

 

Sehingga terbentuklah  Badan Pemuda Indonesia, yang ketuai oleh Nur Arifin. Lalu panitia ini juga bertugas untuk membuat bendera merah putih besar untuk dikibarkan pada hari pengumuman, dan buat juga bendera-bendera yang kecil dari kertas untuk dibagikan kepada masyarakat. Dan Panitia ini juga bertugas untuk memberitahu kepada masyarakat untuk dapat hadir di tempat dan waktu yang akan ditentukan.

Tepat pada 25 September 1945, pukul 10 pagi, di depan Langgar Al Hakimi, Pasar Tengah, Curup, yang juga merupakan kediaman Nur Arifin, berkibar bendera merah putih di puncak tiang bambu berwarna putih. Juga telah berkumpul pula sejumlah warga dari Curup dan sekitarnya, termasuk ada juga beberapa berasal dari Kepahiang, Padang Ulak Tanding dan Muara Aman.

Dalam pengawasan ketat oleh tentara Jepang, di depan khayalak ramai itu, Nur Arifin menyampaikan pidato singkat yang berisikan pengumuman bahwa Indonesia telah merdeka. Nur Arifin kemudian dengan khidmat membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

2. Pernah Menjadi Pusat Tiga Kota

 
Kota Curup adalah ibukota Kabupaten Rejang Lebong dengan empat kecamatan besar, Kecamatan Lebong, Kecamatan Kepahiang, Kecamatan Padang Ulak Tanding dan Kecamatan Curup. Pada 1956, kedudukan Curup sebagai ibukota Daerah Tingkat/Dati II Kabupaten Rejang Lebong ditetapkan melalui Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956, menggantikan Kepahiang.

Sebelum 2003, Rejang Lebong kota-kota utamanya adalah Curup, Kepahiang dan Muara Aman. Namun, setelah pemekaran Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong, kota utama Rejang Lebong sekarang hanya Kota Curup.

3. Pernah Menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan

 
Selesai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 dan hilangnya kekuasaan Kekaisaran Jepan di Indonesia, Belanda kembali berupaya menguasai Indonesia. Dalam upaya kembali menguasai Indonesia, Belanda melakukan aksi militer.Di upaya militer Belanda dilakukan melakukan Agresi Militer I 1948 dan Agresi Militer II 1949.

Dalam Agresi Militer I, Belanda berhasil menguasai kota Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan. Dengan dikuasainya Palembang, maka pemerintahan pun harus hijrah ke pedalaman, sambil terus berjuang untuk dapat merebut Palembang kembali ke tangan Republik Indonesia.

Pada pertengahan 1948, Curup yang belum dimasuki oleh militer Belanda dipilih secara strategis sebagai ibukota darurat Provinsi Sumatera Selatan. Di sini, Residen Palembang dan Gubernur Muda Sumatera Selatan M. Isa dan Gubernur Militer A.K. Gani, menjalankan roda pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan.

Setelah Curup jatuh ke tangan Belanda, Februari 1949, Gubernur M. Isa mengungsi ke Muara Aman. Sementara A.K. Gani memindahkan markas TNI ke Muara Aman selanjutnya dipindahkan lagi ke Lebong Tandai. Setelah Agresi Militer II, pada Juli 1949, M. Isa dan A.K. Gani kembali ke Kota Curup. Mulai awal Agustus 1949, berangsur-angsur pemerintahan pun kembali ke Palembang.


4. Punya Gunung Berapi Aktif yang Menjadi Destinasi Wisata

 

Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup



Gunung Kaba dengan ketinggian 1938 mdpl, merupakan salah puncak tertinggi di Rejang Lebong. Berada di jalur api Sumatera, gunung ini masih termasuk gunung berapi paling aktif di Sumatera.

Letusan November 1833 merupakan letusan pertama yang tercatat dalam sejarah modern. Diperkirakan pada kisaran 1913, ahli-ahli survei dan militer Belanda mulai kegiatan eksploitasi dengan melakukan pendakian pertama ke puncak untuk kepentingan ilmiah. Pendakian ini berhasil mencapai kaldera yang dinamakan Kawah Vogelsang. Pada 26 Maret 1952, terjadi letusan yang sangat kuat, mengakibatkan hancurnya Kawah Vogelsang ini (hari ini bekas kawah hancur ini populer dengan sebutan Kawah Mati).

 

Baca juga :  

Mengenal "Suluk" Lebih Dekat

Adab Dalam Islam Berbisik-Bisik

Termokimia – Entalpi, Sistem, Lingkungan dan Hukum kekekalan energi

 

Indikasi keaktifan terakhir yang tercatat adalah pada 2009 lalu, dengan terjadinya peningkatan aktivitas kegempaan. Sebagai langkah antisipasi dan mengamati prilaku gunung ini, saat ini telah dibangun Pos Pengamatan Gunung Api Kaba di kaki gunung itu.

Namun, kondisi masih aktifnya Gunung Kaba tidak menyurutkan minat orang untuk mendaki ke puncaknya. Selalu menjadi tujuan pendakian pendek favorit, tak aneh jika gunung ini selalu dipenuhi oleh para pencinta alam atau keluarga, baik hanya untuk tujuan hiking maupun berkemah di puncaknya. Di puncak gunung ini juga, masih menjadi tradisi para pendaki melaksanakann upacara bendera setiap 17 Agustus.

5. Dijuluki sebagai Kota Pelajar

 

Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup

Hingga kurun 1990-an, di luar Kotamadya (Kota) Bengkulu, Curup memiliki banyaknya jumlah dan beragamnya jenis sekolah yang ada, baik yang dirikan oleh pemerintah atau pun swasta. Dengan keadaan ini, banyak pendatang dari luar, hingga dari luar kabupaten dan provinsi lain, datang ke Curup untuk alasan melanjutkan sekolah. Kondisi ini membuat Curup kerap dijuluki Kota Pelajar.

SMA Negeri 1 Curup, yang didirikan pada 1956 tercatat sebagai SMA tertua di Provinsi Bengkulu. Didirikan awalnya sebagai sebuah SMA swasta oleh Yayasan Rejang Setia, hari ini telah menjadi sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah.

Berdiri pula sekolah kejuruan Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Kejuruan lainya ada Sekolah Keterampilan Putri (SKP) dan Sekolah Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA). Sekolah-sekolah ini sekarang semuanya telah dilebur menjadi jurusan-jurusan keahlian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Untuk menyiapkan siswanya menjadi guru, di Curup telah berdiri SPG FKIP dan SPG Pertiwi. Saat itu kedua sekolah itu merupakan sekolah khusus mendidik siswanya untuk menjadi guru yang ada selain di Kotamadya Bengkulu. Pada 1984, kedua sekolah ini dilebur untuk menjadi SPG Negeri Curup.

Berdiri pula Sekolah Guru Agama (SGA) yang mempersiapkan siswanya menjadi guru agama. Berdiripula Sekolah Guru Olah Raga (SGO), untuk menyiapkan anak didiknya menjadi guru olah raga. Pada 1990, dengan adanya kebijakan pemerintah demi meningkatkan kualitas tenaga pendidik, di mana guru harus berpendidikan sekurang-kurangnya Diploma 2 Tahun, maka SPG, SGA dan SGO pun dibubarkan.

Selain sekolah-sekolah yang dirikan pemerintah, pihak swasta dan lembaga keagamaan juga banyak mendirikan sekolah di Kota Curup. Dari pihak lembaga keagamaan mendirikan sekolah Muhammadiyah, Perti (Islam), Xaverius, Pelita (Kristen). Pihak swasta mendirikan SMP/SMA PGRI, SMP Pertiwi dan SMP Cokro, .

Untuk perguruan tinggi berdiri kelas jauh FKIP Universitas Semarak Bengkulu. Berdiri pula Fakultas Usuluddin (bagian dari IAIN Raden Fatah, Palembang) yang menjadi cikal bakal STAIN Curup pada hari ini. Dan hari ini, Curup menggenapi julukannya sebagai Kota Pelajar dengan telah berdirinya Sekolah Kepolisan Negara (SPN) Bukit Kaba Curup.

6. Tempat mata air Sungai Musi
 
Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup

Gunung/Bukit Kelam merupakan pangkal Sungai Musi. Dari sebuah mata air kecil yang mengalir lalu bertemu dengan dengan aliran sungai Air Dendan, Sungai Musi akan memulai perjalanannya, menghadang semua sungai di wilayah Rejang Lebong dan Kepahiang, untuk menuju bawah Jembatan Ampera di Palembang, Sumatera Selatan.

Dalam perjalanannya menuju Palembang, Sungai Musi telah menjadi muara bagi banyak sungai, baik di Kabupaten Rejang Lebong, maupun di Kabupaten Kepahiang. Berada di Kepahiang, sungai ini telah dibendung untuk menjadi penggerak turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi.

Sungai Musi di wilayah Rejang Lebong dan Kepahiang berbeda kondisinya dengan alirannya yang telah berada di wilayah Sumatera Selatan. Di wilayah Sumatera Selatan, Musi telah menjadi jalur transportasi air, yang bahkan bisa dilayari oleh kapal-kapal ukuran sedang hingga bertonase besar. Sebaliknya, Sungai Musi di wilayah Rejang Lebong dan Kepahiang alirannya terlalu deras, kondisinya juga relatif dangkal dan memiliki banyak riam dan jeram, sehingga tidak ramah untuk pelayaran.

Nama Musi pun sangat mungkin sekali awalnya berasal dari wilayah Tanah Rejang, namun sayangnya, secara umum nama Musi saat ini lebih identik dengan Palembang. Lebih banyak juga orang yang tidak tahu, jika sungai ini berpangkal dari Tanah Rejang.


7. Banyak sungai membelah kota

 
Curup adalah kota yang berada di wilayah pegunungan, dengan beberapa puncak tertinggi, seperti Gunung Kaba, Gunung Hitam dan Gunung Kelam. Dari pegunungan ini banyak terdapat mata air yang akan menjadi sungai-sungai besar dan kecil.

Dalam perjalanannya untuk bermuara di batang air Sungai Musi, sungai-sungai itu banyak yang akan melewati dalam Kota Curup. Kondisinya membuat Kota Curup pun seperti dibelah-belah oleh sungai, yang mengharuskan adanya jembatan untuk menghubungkan antar daratannya.

Dengan mata airnya berada di Gunung Hitam, Sungai Akar akan melewati Air Meles, lalu menjadi air terjun di Suban. Selanjutnya, setelah bertemu dengan anak-anak sungai kecil lain, batang sungai ini memotong jalan protokol di Kesambe Baru, melewati Jalan Baru, Jalan Lebong, Jalan Pasar De dan jalan ke Talang Benih (Samping GOR).

Di jurang antara Dwi Tunggal dengan Talang Benih, Sungai Akar bertemu dengan batang air Sungai Air Sengak, membentuk batang sungai baru yang dinamakan Sungai Tumburan. Di atas Sungai Tumburan sekarang telah terbentang jembatan yang menghubungkan Kelurahan Dwi Tunggal dengan Talang Benih Ujung. Sungai Air Sengak sendiri sebelumnya melewati wilayah Air Sengak dan Kelurahan Air Rambai, dimana sungai kecil ini memotong jalan protokol di pertengahan Kelurahan Air Rambai.

Jalan protokol di Kelurahan Air Putih dipotong oleh Sungai Merah. Sebelumnya sungai ini memotong jalan di Talang Rimbo Lama (dekat Rumah Potong Hewan), untuk selanjutnya melewati jurang antara Dwi Tunggal dan Rimbo Recap lalu bermuara di batang Sungai Musi.

Sebuah selokan panjang mulai dari Bendungan Sungai Kejalo, melewati jalan prokokol Curup-Lebong, hingga ke Perbo dan berakhir di batang air Sungai Musi. Selokan ini dibuat pada masa Belanda dulu untuk irigasi persawahan yang begitu luas di Kota Curup.
 
8. Taman makam pahlawan pernah berada di tengah kota


Sebelum di Tabarenah, taman makam pahlawan Rejang Lebong berada di tengah kota. Taman tempat peristirahatan terakhir para pahlawan itu, berada di Jalan Merdeka, berseberangan dengan Gedung Nasional atau Gedung Empat Petulai. Pada awal 1980-an, makam-makam itu kemudian dipindahkan ke lokasi yang sekarang, di Tabarenah. Sementara, di lahan bekas taman makam lama itu, sekarang berdiri beberapa bangunan, salah satunya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Curup.

9. Destinasi Wisata Perpaduan Sejarah dan Alam
 

Pada hari-hari libur, Objek Wisata Suban Air Panas akan dipadati oleh pengunjung, baik dari lokal, maupun dari luar kota dan provinsi tetangga. Kemacetan panjang biasanya akan terjadi di jalan menuju obyek wisata itu.

Ini tak lepas dari potensi yang dimiliki oleh Suban, ada potensi alam dan potensi sejarahnya. Potensi wisata alam, Suban akan menyajikan pemandian air panas alam, dari air yang mengalir dari tebing-tebing di sekitarnya, maupun kolam-kolam air panas alami. Tak jauh dari komplek air panas ini, terdapat pula wisata alam lain, berupa air terjun. Bahkan, masih terdapat pula habitat bunga Rafflesia Arnoldi di sekitarnya.

Untuk wisata sejarah, di dalam komplek pemandian air panas, terdapat benda-benda yang diduga sebagai benda prasejarah. Ada 3 benda batu peninggalan prasejarah dalam satu tempat, yang dikenal sebagai Keramat Tri Sakti, yang sekarang sering menjadi tujuan klenik atau okultulasi orang-orang tertentu.

Keramat Tri Sakti ini terdiri atas satu benda yang diduga sebagai lingga semu (diduga kaki lingga ini telah hilang), satu obyek yang diduga sebagai yoni atau sebuah meja saji (dolmen) dan satu obyek yang bentuknya menyerupai piramid dan belum teridentifikasi.

Tak jauh dari Tri Sakti ada benda batu tunggal, kemungkinan sebuah meja batu atau dolmen (meja sembah/saji), yang populer dengan nama Batu Menangis. Banyak dikaitkan objek-objek ini sebagai sejarah Rejang, walaupun berbungkus legenda


10. Bemo dan Sado Merajai Jalan-Jalan

 

Membuka Tabir Keistimewaan Kota Curup


Bemo, singkatan dari "becak motor" sempat menjadi alat trasportasi di Kota Curup. Keberadaan kendaraan roda tiga yang diproduksi oleh negara Jepang ini cukup membantu masyarakat, di mana pada saat itu di Curup terhitung masih sedikit alat transportasi umum untuk jarak dekat.

Wilayah Kota Curup memiliki kondisi wilayah yang relatif tidak datar, sehingga jalan-jalan pun banyak yang bergelombang dalam. Jalan-jalan yang ada juga belum begitu baik dan merata lapisan aspalnya. Dengan kondisi ini, maka menjadi hambatan serius bagi bemo, baik untuk beroperasi maupun dari segi keamanannya. Banyak bemo yang terguling atau mogok karena tidak mampu mendaki jalan, atau karena masuk lubang di jalan.

Sejak kemunculannya, sekitar 1974, keberadaan bemo tidak begitu lama. Pada 1976-an tidak terlihat lagi bemo di jalan-jalan Kota Curup

Selain bemo, sado adalah kendaraan transportasi utama bagi masyarakat di Kota Curup. Kendaraan roda dua yang dihela kuda ini bisa dikatakan pernah merajai jalan-jalan dalam kota. Hanya karena mulai maraknya angkutan umum berupa mobil, membuat keberadaan sado pun perlahan-lahan menghilang dari Kota Curup.