Di Berlakukan Hukum Potong Tangan bagi Pencuri Oleh Ratu Shima, Penguasa Pantura

 

Di berlakukan Hukum Potong Tangan bagi Pencuri Oleh Ratu Shima, Penguasa Pantura

NIKEKUKO.COM - Pada masa kekuasaan Ratu Shima (674-695 Masehi) dikenal sebagai sosok pemimpin perempuan yang tegas. Dia memerintah Kerajaan Kalingga untuk menggantikan suaminya, Raja Kartikeyasinga, yang wafat pada 674 Masehi.
 

Hikmah dari ketegasan Ratu Shima selama memimpin, Kerajaan Kalingga dikenal di seluruh dunia pada saat itu. Kerajaan Kalingga disebut juga Keling atau Holing adalah kerajaan Hindu yang pernah menjadi salah satu pemerintahan terbesar di Jawa, berpusat di pesisir pantai utara Jawa, tepatnya di wilayah yang kini bernama Jepara, Jawa Tengah.

Salah satu hukuman mengerikan yang diterapkan oleh sang ratu di masa pemerintahannya, yakni hukuman potong tangan bagi siapa saja yang mencuri barang milik orang lain. Aturan hukum yang dibuat itu berlaku untuk seluruh rakyat termasuk keluarga kerajaan. Menunjukan bentuk persamaan hak di mata hukum.

Mendidik dan mengajari rakyatnya agar selalu berlaku jujur yang dilakukan oleh Ratu Shima. Berkat didikan dan tegas hukum yang diterapkan, Kerajaan Kalingga terkenal seantero negeri karena kejujurannya.
 

Cerita kemashuran rakyat negara Kalingga yang jujur dan taat hukum didengar seorang raja dari seberang lautan. Sehingga Raja Ta-Cheh mengirimkan sebuah tas yang berisi uang.

Lalu, tas itu diletakkan di perbatasan negara sang ratu. Walau melihat tas itu, orang-orang hanya melewatinya. Senua yang melewati takut, tidak ada yang berani menyentuhnya. Sehingga tas itu tetap di sana hingga tiga tahun lamanya.

Pada suatu hari, putra mahkota tanpa sengaja menyentuh tas itu. Ratu Shima pun marah besar sampai ingin membunuh putranya itu. Tetapi, dia keburu dicegah para menterinya.

“Kesalahanmu terletak di kakimu, karena itu sudah memadai jika kakimu dipotong,” tegas sang ratu.
Namun, para menteri kembali menghalanginya. Pada akhirnya, Ratu Shima memotong ibu jari kaki sang pangeran. Hal ini, ratu ingin memberi contoh kepada rakyatnya. Akhirnya, Raja Ta-Cheh pun takut dan tak berani menyerang negara sang ratu.


Dicintai seluruh rakyat
 

Ratu Shima memang sangat dikenal dengan Ketegasannya. Adapun nama Shima kerap diidentikkan dengan istilah simo yang berarti “singa" (Gunawan Sumodiningrat, Membangun Indonesia Emas, 2005:83). Kendati begitu, sang ratu sangat dicintai rakyatnya.

Sebenarnya, Ratu Shima sendiri bukan berasal dari Jawa.  Dia  lahir pada sekitar tahun 611 M di Sumatra bagian selatan, di dekat daerah yang kini bernama Musi Banyuasin. Ratu Shima, putri seorang pemuka agama Hindu-Syiwa, diboyong ke Jepara setelah menikah dengan pangeran dari Kalingga bernama Kartikeyasinga.


Baca juga :   Tradisi Tumbal Proyek "Hitobashira " Fakta atau Mitos !!,   Tau Gak yaah!! Hulu Sungai Musi Berawal dari Bukit Kelam, Kab.Rejang Lebong

 

Selepas Kartikeyasinga wafat pada 674 M, Ratu Shima melanjutkan peran suaminya sebagai penguasa Kalingga (Catatan-catatan Tercecer Mengenai Kerajaan-kerajaan dan Raja-raja pra Islam di Jawa Barat, 1993:16). Lalu, Ratu Shima naik takhta karena dua anaknya, yakni Parwati dan Narayana, masih kecil.

Di antara Kalingga dengan kerajaan-kerajaan di negeri Melayu memang terjalin ikatan kekerabatan yang cukup erat. Orang tua ibunda Kartikeyasinga atau mertua Ratu Shima adalah putri dari Kerajaan Sribuja yang berpusat di Palembang. Suaktu saat, kerajaan ini ditaklukkan oleh Sriwijaya pada 683 M.

Usai diperistri oleh Kartikeyasinga, Ratu Shima sempat tinggal di kawasan yang disebut Adi Hyang  di pegunungan Dieng  yang sampai saat ini masih didapati candi-candi bercorak Hindu.  Lantas, sempat terjadi perdebatan terkait lokasi Kerajaan Kalingga meskipun dugaan terkuat tetap Jepara (Solichin Salam, R.M.P. Sosrokartono: Sebuah Biografi, 1987:14).
 

Sehingga armada laut yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan ini sempat singgah di Pantai Utara Jawa yang ketika itu berada dalam wilayah Kerajaan Kalingga.

Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan yang dikemudian hari menjadi Khalifah Islam (pendiri Bani Umayyah) ini sebelumnya mendengar kabar ada Kerajaan Hindu di seberang lautan yang diperintah oleh seorang raja wanita yang bijaksana. Namun walau bercorak Hindu, Agama Buddha juga berkembang secara harmonis di tanah Kalingga pada saat dipimpin Ratu Shima.

Pengaruh Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya sangat luar biasa, amat dicintai rakyat jelata hingga lingkaran para elit kekuasaan. Terlebih konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadapan muka dengannya, apalagi menantang.

masalahnya disebabkan oleh kharisma dari sang ratu sendiri yang luar biasa, sehingga siapapun amat segan kepadanya. Cerita mengenai kebijakan dan kejujuran Ratu Shima ini diperoleh dari para pedagang Arab yang telah sampai ke Kerajaan Kalingga.
 

Ibu dari para raja Jawa

Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Kalingga pun mencapai puncak keemasan. Tradisi Pemikiran Islam di Jawa (2006,36), Kalingga mengambil-alih peran bandar dagang teramai yang awalnya dikuasai oleh Kerajaan Tarumanegara di pesisir utara Jawa bagian barat.
 

Kalingga disebut sebagai negara yang sangat kaya. Adanya sebuah gua yang airnya mengandung garam dan keluar dengan sendirinya. Dan Raja tinggal di PUlau Jawa, dan dibantu oleh 32 menteri tinggi.

Sekitar negara ini terdapat 28 negara kecil yang mengakui kekuasaannya di Jawa. Dari pada itu, Kerajaan Kalingga juga telah menjalin kerja sama dengan Kekaisaran China sejak abad 5 M.

Bukan hanya sektor perdagangan, kehidupan perekonomian Kalingga ditopang pula dengan majunya aspek-aspek lainnya, termasuk pertanian. Ratu Shima  juga memakai sistem pengairan subak, yang juga diterapkan oleh masyarakat petani Hindu di Bali.

Dikutip dari Seni, jurnal terbitan Institut Seni Indonesia (Volume 5, 1996:367), penduduk Kalingga pada era Ratu Shima juga dikenal terampil dalam hal kerajinan tangan, seperti membangun rumah, membuat kapal atau perahu, berbagai perabotan rumah tangga, dan pekerjaan di bidang pertukangan lainnya.

Kepemerintahan Kalingga juga disebut sebagai pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa pada masanya. Ini tidak lepas dari para pedagang dari Arab yang memang sudah singgah di kerajaan tersebut. Meskipun begitu menurut Hamka, Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Kerajaan Kalingga di tanah Jawa, dan Kerajaan Hindu di tempat lain, masih dalam keadaan sangat kuat kuasanya.

"Sebab itu maka pengembara-pengembara (Arab) yang pertama itu belumlah dapat dengan leluasa menyampaikan dakwahnya kepada penduduk," bebernya.

Namun, menurut Hamka, catatan inilah yang mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya Agama Islam ke tanah air. Pada beberapa catatan sebelumnya, disebutkan masuknya Islam dimulai pada abad-abad 11 Masehi, maka sekarang telah dinaikkan 4 abad lagi ke atas, yaitu abad 7 Masehi.

"Dan pengembaranya bukanlah orang yang membawa senjata, melainkan orang yang berniaga dan berdagang. Mereka datang ke tanah air kita dengan sukarela," ucapnya.

Kepemimpinan Ratu Shima memerintah Kerajaan Kalingga selama 21 tahun. Pada masa-masa itu, Kalingga menjadi satu-satunya kerajaan besar di Jawa bagian tengah, sekaligus penguasa pesisir pantai utara. Dan Ratu Shima mengayomi pemeluk agama lain, termasuk Buddha, dan orang-orang Islam dari Timur Tengah yang datang untuk berdagang.
 

Baca juga :  Hewan-hewan yang Menghasilkan Benda-Benda Berharga Selangit, Tertarik Untuk Memeliharanya?,      Apa Itu Inflasi : Pengertian, Dampak dan Penyebabnya

 

Ratu Shima wafat pada 695 M, sebelumnya wilayah Kalingga dibagi dua untuk kedua anaknya, yakni Parwati dan Narayana. Parwati, yang diperistri Rahyang Mandi minyak dari Kerajaan Sunda-Galuh, menguasai Kalingga utara. Di bagian selatan diserahkan kepada Narayana (Atja Wangsakerta, Pustaka Raja-raja di Bumi Nusantara, 1991:63).

Anaknya Parwati nantinya punya cucu bernama Sanjaya, yang menikah dengan Dewi Sudiwara yang tidak lain adalah cucu dari Narayana. Dari perkawinan antar cicit Ratu Shima ini dikaruniai anak laki-laki bernama Rakai Panangkaran, lahir pada 717 M. Dari keturunan Rakai Panangkaran inilah yang kelak menurunkan raja-raja besar di Jawa.