DME, Calon Pengganti Gas Elpiji sebagai Bahan Bakar Memasak

DME, Calon Pengganti Gas Elpiji sebagai Bahan Bakar Memasak
gambar ilustrasi tabung gas DME
 

NIKEKUKO.COM - Saat ini pemerintah tengah berencana menggenjot pengembangan proyek gasifikasi batu bara berkarbon rendah menjadi dimethyl eter atau DME. Pada produk DME disiapkan untuk menggantikan Liquefied Petroleum Gas (LPG) dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk memasak. Dimethyl eter atau DME diarahkan sebagai substitusi gas elpiji yang digunakan untuk menggantikan minyak tanah. 

Untuk menekan impor LPG, salah satu upaya pemerintah adalah dengan mendorong hilirisasi batu bara.

Kelaknya batu bara kalori rendah akan diolah melalui proses gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME) yang bisa digunakan untuk substitusi LPG. Kalau LPG yang ada saat ini merupakan berbasis minyak bumi, maka DME ini berbasis batu bara.

Dan kementerian ESDM mencatat 75% penggunaan LPG berasal dari impor. Rencananya ESDM telah merampungkan uji penggunaan DME 100% kepada 155 kepala keluarga yang tinggal di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim, Sumatera pada Desember 2019 hingga Januari 2020.Dalam pemakaian ini, secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Pada uji penerapan DME DME 20%, 50% dan 100% juga dijalankan di Kecamatan Marunda, Jakarta yang melibatkan 100 kepala keluarga pada 2017.

Selaku Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana beberapa waktu lalu menyatakan, karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. Oleh sebab itu, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG seperti tabung, storage dan handling eksisting. "Campuran DME sebesar 20% dan LPG 80% dapat digunakan kompor gas eksisting," ujar Dadan. 

 

Baca juga :   Harga Sembako Naik Meroket,Tapi Upah Minimum Naik Melemah, Hasil Pertanian Anjlok

 

Keunggulan lain dari DME sendiri yakni dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Di antaranya biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM). Akan tetapi saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME. Walaupun industrinya belum ada di Indonesia, Kementerian ESDM akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi dan pemanfaatan. 

 

Dimethyl eter (DME) mempunyai kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg. Walaupun demikian, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 berbanding 1,6.

Proses Dimethyl eter (DME) untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan. Dimethyl eter (DME) dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20%. "Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca," ujar Dadan.

Pengerjaan Proyek DME Potensi Berlaku Jangka Panjang 

 

DME, Calon Pengganti Gas Elpiji sebagai Bahan Bakar Memasak
sumber gambar minergy-news.com

Menyebut proyek DME sebagai pengganti LPG merupakan proyek jangka panjang oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan . 

 

Pada proyek ini tidak dapat diimplementasikan dalam waktu dekat. Membutuhkan biaya dan investasi yang cukup besar proyek DMD ini. Terlebih lagi ini merupakan program hilirisasi dari batu bara. "Aturan mainnya juga belum terlalu clear soal ini," kata dia. 

 

Pada perusahaan bidang pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals Inc (APCI), menyatakan akan berinvestasi sebesar US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun untuk pembangunan industri gasifikasi batu bara dan turunannya di Indonesia. Dan menilai investasi Air Product yang cukup besar berpotensi membuat harga jual DME akan lebih mahal dari LPG.  Apa bila ini terjadi, rencana awal untuk hilirisasi dan upaya untuk mengurangi impor LPG berpotensi gagal. "Atau jangan-jangan nanti pemerintah memberikan subsidi kepada produk DME ini. Tidak berubah skemanya," ujarnya.

 

Dia juga mengatakan pendistribusian DME sendiri biasanya dapat dilakukan melalui pipanisasi atau menggunakan tabung seperti LPG. Kelebihan dari DME lebih aman jika dibandingkan dengan LPG. Oleh karena tekanan dari DME lebih rendah. Dari pada itu, api yang dihasilkan juga lebih biru. 

 

Akan tetapi, panas yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan LPG. Lalu, konsumsi gas akan lebih besar. Kalau proyek ini tetap dipaksakan, Mamit meyakini akan memberatkan masyarakat atau pemerintah yang akan memberikan subsidi. Lantas, rencana konversi juga bisa tidak berjalan dengan baik.  Pada saat ini Pertamina sendiri masih menanti dukungan regulasi dari pemerintah sebelum mengimplementasikan proyek DME. Pada sisi lain, Pertamina saat ini tengah memproses negosiasi outstanding items Processing Services Agreement dengan mitra. 

 

Baca juga :  Aturan Tahun 2022 Gas LPG Melon Orang Kaya Tidak Boleh Lagi Memakainya, Dikatagorikan Orang Kaya atau Miskin Versi Indonesia

 

Berhubungan dengan itu, perusahaan juga berdiskusi dengan para stakeholder. Pada khususnya Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan, terkait dengan dukungan regulasi pemerintah yang dibutuhkan untuk implementasi DME. 

 

Intinya berkaitan dengan penugasan, penentuan harga, subsidi, alokasi wilayah atau market, hingga jaminan risiko perubahan regulasi dan politik. "Pertamina dan mitra mengusulkan draft Peraturan Presiden terkait dengan dukungan tersebut dan saat ini masih dalam proses review oleh Biro Hukum Kementerian BUMN," ujar Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina, Heppy Wulansari.